Komisi Informasi Pusat (KIP) menyampaikan terkait belum ada kejelasan bagaimana dana dari program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) akan dikelola dan diinvestasikan, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan penyalahgunaan atau ketidaksesuaian dengan kepentingan publik.
Komisioner Komisi Informasi Pusat RI Rospita Vici Paulin mengatakan Pemerintah belum menjelaskan kepada publik bagaimana dana tersebut dikelola dan diinvestasikan dan muncul kekhawatiran diselewengkan.
“Kekhawatiran masyarakat terhadap pemerintah mengenai pengelolaan dana TAPERA, mengingat banyak kasus-kasus yang merugikan publik yang sampai sekarang masih menyisakan banyak persoalan,” ucap Vici, saat diskusi publik KIP ‘Kupas Tuntas Transparansi Tapera’, di kantor KI Pusat, Jakarta, pada Rabu (5/6/2024).yang dibuka oleh Wakil Ketua KI Pusat Arya Sandhiyudha dihadiri sejumlah media nasional.
“Seperti, kasus BPJS Kesehatan, dalam 3 tahun kerugian diperkirakan Rp 20 triliun, dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi di badan eks PT Jamsostek mencapal Rp 43 triliun. Kemudian, penyelewengan dana pensiun bumn (audit terhadap 4 dana pensiun BUMN) mengalami kerugian Rp 300 miliar, kasus investasi Jiwasraya yang merugikan negara RP16,8 triliun, kasus korupsi ASABRI yang diduga telah merugikan negara hingga Rp22 triliun, kasus korupsi berupa investasi fiktif yang dilakukan oleh PT. Taspen (Persero) yang diselidiki KPK, dimana kerugian negara dalam kasus ini senilai Rp 1 triliun,” tambahnya.
Menurutnya, terkait kebijakan perluasan Tapera ke sektor pekerja swasta dan pekerja mandiri ini mendorong kekhawatiran publik lantaran berpotensi menimbulkan persoalan baru. Kurangnya pemahaman dari masyarakat terhadap Tapera yang tiba-tiba diluncurkan kemudian menimbulkan kesimpangsiuran dipublik, sehingga publik mengambil asumsi sendiri.
“KIP melihat masih kurangnya keterbukaan informasi tentang manfaat, persyaratan, dan kinerja program Tapera kepada masyarakat, sehingga dapat menyulitkan pemahaman masyarakat tentang bagaimana program tersebut berfungi dan siapa yang berhak mendapat manfaat dari program tersebut,” ujarnya.
Vici menegaskan KIP bisa memberikan sanksi kepada BP Tapera, apabila badan publik tersebut tidak memberikan keterbukaan informasi perihal kebijakan pemotongan gaji untuk iuran tersebut.
“Tugas KIP perihal polemik iuran Tapera ini sebagai pengawas dan evaluator terhadap kementerian-kementerian yang bersinggungan langsung dengan pengelolaan dana Tapera ini. Untuk melihat sejauh mana kemudian keterbukaan informasi itu dilakukan kepada publik,” ungkapnya.
Terhadap kebijakan pemotongan gaji pekerja untuk iuran Tapera, menurut Vici KIP akan meminta pemerintah untuk terbuka terhadap peraturan dan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. “Pemerintah perlu mendengarkan aspirasi rakyat dan melibatkan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik ini,” tutupnya. *