Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan Republik Indonesia Agus Harimukti Yudhoyono (AHY) mengingat bahwa keterbukaan informasi publik bukan hanya soal akses, tetapi soal kualitas informasi kepada masyarakat. Hal itu disampaikannya saat menjadi keynote speaker di Seminar Nasional yang digelar oleh Lembaga Negara Komisi Informasi (KI) Pusat di Hotel Pullman Podomoro City Jakarta, Jumat (29/11/2024).
Dalam seminar yang mengangkat tema “Keterbukaan Informasi Publik Nasional yang Berkualitas sebagai Acuan Peningkatan Kualitas Demokrasi di Indonesia dan Literasi Digital Masyarakat”, AHY melanjutkan bahwa informasi yang terbuka harus benar, relevan, dan dapat dipahami.
“Jika informasi yang disampaikan kepada publik tidak memenuhi standar ini, penuh dengan hoax, fake news, hate speech, character assasination, kita tidak hanya gagal memberikan transparansi, tetapi juga membuka pintu bagi disinformasi, polarisasi sosial, dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah,” katanya menjelaskan.
Disampaikannya bahwa dalam konteks Indonesia yang menjalankan sistem desentralisasi, konteks peningkatan kualitas demokrasi dan keterbukaan informasi publik harus didorong bukan hanya di level penyelenggaraan pemerintahan pusat, tetapi juga pemerintahan provinsi, kabupaten, kota hingga pemerintahan desa sangat penting guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), yang terbuka dan informatif.
Menurutnya dengan adanya keterbukaan informasi publik terkait kinerja birokrasi negara di dalam setiap tahapannya, maka masyarakat dapat secara langsung memantau langkah-langkah yang sedang dilakukan oleh pemerintah. Ia menyebut bahwa masyarakat pun dapat secara aktif memberikan umpan balik dan masukan pada setiap tahapan proses perumusan kebijakan yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto melalui visi dan misi Asta Cita, yakni Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045.
Sementara Ketua KI Pusat Donny Yoesgiantoro menyampaikan Seminar Nasional yang digelar KI Pusat dalam rangka optimalisasi implementasi Keterbukaan Informasi Publik di seluruh Indonesia sebagai rangkaian dari kegiatan Penganugerahan Apresiasi Keterbukaan Informasi Publik Desa Tahun 2024. Menurutnya kegiatan ini untuk mensosialisasikan UU KIP dan Perki SLIP Desa yang lebih massif dalam hal pemanfaatan teknologi informasi, digitalisasi, Perlindungan Data Pribadi (PDP), pengadaan barang dan jasa, kebermanfaatan informasi, dan pemberdayaan masyakarat Indonesia pada umumnya dan masyarakat desa pada khususnya.
Ia juga menyampaikan kepada Menko AHY dan peserta seminar bahwa petama kali dalam sejarah berdirinya Komisi Informasi di Indonesia sejak 2009, baru saat ini ada kolaborasi KI Pusat dengan pihak non Badan Publik (BP) yang mendukung kegiatan sosialisasi keterbukaan informasi publik. Untuk itu disampaikannya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada PT Bara Tabang Member of Bayan Group yang telah bersinergi dengan Komisi Informasi Pusat dalam penyelenggaraan acara ini.
“Komisi Informasi Pusat sebagai penerima manfaat berharap sinergi ini dapat terus dijalin untuk kemajuan keterbukaan informasi publik diseluruh pelosok Indonesia,” katanya mengharapkan.
Sementara Menteri Komunikasi dan Digital RI Meutya Hafid dalam sambutan kunci yang dibacakan oleh Plt Dirjen Komunikasi Publik dan Media Molly Prabawaty mengatakan dalam perjalanan menuju Visi Indonesia Emas 2045, demokrasi yang berkualitas menjadi fondasi yang tidak bisa ditawar.
Disampaikannya bahwa dalam proses pelaksanaannya, keterbukaan informasi publik merupakan elemen kunci. Dalam Asta Cita pun, demokrasi dan keterbukaan informasi publik adalah pilar yang tidak terpisahkan. Hal ini semakin menggaris-bawahi pentingnya keterbukaan informasi publik sebagai fondasi atas transparansi dan akuntabilitas Pemerintah, yang merupakan bagian utama dari demokrasi yang sehat.
Menurutnya demokrasi bukan hanya tentang prosedur seperti pemilu maupun musyawarah, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat memiliki akses terhadap informasi yang relevan dan akurat. Sebab, bagaimana mungkin masyarakat dapat berpartisipasi aktif terhadap pertumbuhan bangsa apabila informasi tentang kebijakan, program, dan anggaran Pemerintah tidak mudah diakses atau bahkan tidak mudah dimengerti.
Dijelaskannya bahwa keterbukaan informasi nasional juga harus memastikan bahwa informasi yang diakses oleh masyarakat adalah informasi yang relevan, aktual, faktual, dan terpercaya. Inilah inti dari keterbukaan informasi publik, yakni membuat masyarakat tercerahkan dan makin berdaya untuk terlibat dalam proses pembangunan negara.
Dilanjutkannya, berdasarkan Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) tahun 2024, keterbukaan informasi Pemerintah Indonesia termasuk dalam kategori sedang dengan skor 75,65 dari angka maksimum 100. Hasil capaian ini mengalami peningkatan tipis dari penilaian IKIP tahun sebelumnya dengan skor 75,4. (IKIP, 2023-2024). Dari segi demokrasi, berdasarkan laporan Indeks Demokrasi Global tahun 2023 yang disampaikan oleh The Economist Intelligence Unit, Indonesia pun masih dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi tidak sempurna dan berada pada posisi ke-56 dari 167 negara.
Dijelaskannya bahwa skor demokrasi Indonesia masih terbilang menengah, yakni pada skor 6,53 dari angka maksimum 10,00. Capaian ini menunjukkan penurunan di mana Indonesia berada pada ranking ke-54 dengan skor 6,71 pada tahun sebelumnya. (Our World In Data and The Economist, 2023). Hal ini mengindikasikan bahwa keterbukaan informasi harus dapat diterjemahkan dengan lebih baik dalam praktik demokrasi sehari-hari.
Ia menilai partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan strategis sering kali terbatas pada lapisan tertentu, salah satunya disebabkan oleh akses informasi publik yang masih terfragmentasi dan kadang sulit dicerna oleh masyarakat. Padahal, apabila informasi publik seperti rencana pembangunan, implementasi kebijakan, hingga laporan anggaran Pemerintah dapat dengan mudah diakses dan dipahami, niscaya suara masyarakat akan lebih mudah terintegrasi dalam sistem demokrasi.
Lebih lanjut disampaikannya bahwa dalam semangat keterbukaan informasi, harus mengingat bahwa transparansi bukan berarti membuka semua informasi secara mutlak. Dalam konteks tertentu, Pemerintah juga memiliki tanggung jawab besar untuk mengelola informasi secara hati-hati, terutama ketika berhadapan dengan kasus-kasus yang melibatkan keamanan nasional, privasi individu, atau proses hukum yang sedang berlangsung.
Dicontohkannya soal informasi kasus-kasus hukum tertentu memerlukan kerahasiaan agar proses investigasi tidak terganggu dan tidak menimbulkan spekulasi yang dapat memperkeruh situasi. Di sinilah pentingnya keseimbangan antara hak publik untuk tahu dan kewajiban pemerintah untuk melindungi informasi yang sifatnya sensitif..
Disampaikan bahwa pemerintah harus bijaksana dalam menentukan batasan akses informasi, sehingga prinsip keterbukaan tetap terjaga tanpa mengorbankan kepentingan yang lebih besar. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sudah mengatur kategori informasi yang dikecualikan. Yang menjadi tantangan selanjutnya adalah bagaimana prinsip ini diterapkan dengan konsisten, tanpa mengurangi semangat transparansi dan akuntabilitas.
Lebih jauh ia menyampaikan bahwa keterbukaan informasi bukan sekadar soal memberikan akses informasi secara terbuka kepada khalayak, tetapi juga tentang memberikan kemampuan kepada masyarakat untuk memahami sekaligus memanfaatkan informasi tersebut. Dalam hal ini, korelasi antara keterbukaan informasi publik dengan literasi digital menjadi sangat jelas di era yang serba digital seperti saat ini. Ketika informasi publik disediakan melalui platform digital – seperti situs resmi, aplikasi, atau akun media sosial pemerintah, maka masyarakat harus memiliki kecakapan digital mendasar yang memadai untuk mengakses dan memanfaatkan.
Dijelaskannya lagi bahwa kondisi literasi digital Indonesia masih berada pada tingkat sedang, dengan skor 3,68 dari skala 5 berdasarkan Indeks Literasi Digital Nasional yang dirilis oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2023. Meskipun mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya – yang mencapai skor 3,54 pada tahun 2022, capaian ini menunjukkan bahwa kemampuan masyarakat kita dalam memahami, mengevaluasi, dan menggunakan informasi digital masih perlu ditingkatkan.
Disebutkan bawah ketika informasi publik tersedia dalam format digital namun tidak diiringi dengan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mengakses atau menggunakannya, maka keterbukaan itu menjadi sia-sia. Bahkan, tanpa literasi digital yang baik, keterbukaan informasi justru berpotensi disalah-gunakan untuk menyebarkan informasi yang salah atau memicu disinformasi. Oleh karena itu, keterbukaan informasi publik yang berkualitas harus diiringi dengan program peningkatan literasi digital di seluruh lapisan masyarakat.
Ia menyatakan Indonesia adalah negera besar dengan potensi yang luar biasa dan perwujudan Indonesia Emas 2045 merupakan hal yang perlu diupayakan bersama. Potensi itu akan terwujud sepenuhnya ketika informasi yang berkualitas menjadi hak, bukan kemewahan – ketika setiap warga, di kota maupun di desa, merasa menjadi bagian dari perjalanan bangsa.
Menurutnya keterbukaan informasi publik adalah jendela bagi masyarakat untuk melihat apa yang terjadi di balik dinding birokrasi. Jendela ini harus bersih dan jernih, tidak berdebu oleh ketertutupan serta tidak retak oleh disinformasi. Maka harus memastikan bahwa jendela ini dapat terbuka lebar bagi semua. Bukan hanya demi kualitas demokrasi bangsa, tetapi juga demi masyarakat Indonesia yang lebih cerdas dan makin berdaya di era digital..
Terakhir ia menyampaikan bahwa semua harus perkuat kerja bersama dalam memastikan keterbukaan informasi publik di era digital dapat tetap relevan, mudah diakses, dan dapat dipahami oleh semua orang tanpa terkecuali. Dengan demikian, menurutnya tidak hanya membangun demokrasi yang kokoh, tetapi juga menciptakan ekosistem masyarakat yang siap menghadapi tantangan era digital. Mewujudkan Misi Asta Cita, menuju Indonesia Emas 2045.