Sedang Memuat...

KI Pusat Selesaikan Dua Sengketa Informasi Publik LSM YAKIN dengan BPOM dan Kemenkes

Diposting oleh

Alin

Kategori

Berita Sidang

Tanggal Posting

Sabtu, 02 Agustus 2025

  • KI Pusat Selesaikan Dua Sengketa Informasi Publik LSM YAKIN dengan BPOM dan Kemenkes

Jakarta – Komisi Informasi (KI) Pusat Republik Indonesia telah mengeluarkan putusan dalam dua sengketa informasi publik yang melibatkan Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN) sebagai Pemohon, dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai Termohon. Putusan Sengketa ini dibacakan pada Rabu (30/7) di Ruang Sidang Utama KI Pusat.

Putusan ini menegaskan komitmen KI Pusat terhadap keterbukaan informasi publik di sektor kesehatan, khususnya terkait data vaksin Covid-19, sekaligus menyeimbangkan perlindungan data pribadi.

Sengketa pertama, dengan nomor registrasi 044/VI/KIP-PSI-A-M-A/2024, melibatkan YAKIN dan BPOM. Pada 26 April 2024, YAKIN mengajukan permohonan informasi kepada PPID BPOM, meminta salinan izin edar atau izin penggunaan darurat vaksin Covid-19 di Indonesia, termasuk Fact Sheet untuk tenaga kesehatan, informasi produk untuk pasien, data uji klinis, penelitian, data farmakovigilans, dan analisis risiko-manfaat lengkap.

BPOM menolak sebagian besar permohonan tersebut, dengan alasan informasi tersebut termasuk dalam kategori dikecualikan berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Nomor 14 Tahun 2008, kecuali Fact Sheet dan informasi produk yang telah disediakan.

Tidak puas dengan respons BPOM, YAKIN mengajukan keberatan pada 18 Mei 2024, yang kembali ditolak oleh BPOM pada 20 Juni 2024. YAKIN kemudian membawa sengketa ini ke KI Pusat pada 21 Juni 2024, dengan argumen bahwa informasi yang diminta merupakan hak publik untuk mendukung transparansi, akuntabilitas pemerintah, dan prinsip informed consent sesuai UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

Sidang dipimpin oleh Majelis Komisioner KI Pusat yang diketuai Rospita Vici Paulyn, dengan anggota Samrotunnajah Ismail dan Arya Sandhiyudha.

Dalam putusan pada Juli 2025, KI Pusat memerintahkan BPOM untuk memberikan informasi izin edar atau izin penggunaan darurat vaksin Covid-19 beserta Fact Sheet dan informasi produk, yang dinyatakan sebagai informasi terbuka. 

Data uji klinis, penelitian, farmakovigilans, dan analisis risiko-manfaat dinyatakan terbuka sebagian, dengan ketentuan bahwa informasi yang mengandung rahasia pribadi, bisnis, atau negara dapat dihitamkan sesuai Pasal 17 UU KIP. BPOM diwajibkan menyerahkan informasi tersebut setelah putusan berkekuatan hukum tetap, dengan biaya penyalinan ditanggung YAKIN.

Sengketa kedua, dengan nomor 042/V/KIP-PSI-A-M-A/2024, melibatkan YAKIN dan Kemenkes. Pada 7 Maret 2024, YAKIN mengajukan permohonan informasi publik, meminta data Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI/AEFI) untuk semua vaksin serta semua peraturan, keputusan, surat edaran, dan dokumen terkait penanganan KIPI. Kemenkes menolak memberikan data KIPI, dengan alasan bahwa data tersebut mengandung informasi pribadi dan rekam medis yang dikecualikan, meskipun dokumen peraturan telah disediakan.

YAKIN mengajukan keberatan terhadap penolakan Kemenkes, namun tidak mendapat tanggapan memuaskan, sehingga sengketa ini dibawa ke KI Pusat. Dalam putusan pada 30 Juli 2025, Majelis Komisioner KI Pusat menyatakan bahwa data KIPI dalam bentuk agregat atau rekapitulasi per vaksin dan per provinsi adalah informasi publik terbuka yang wajib disediakan berdasarkan UU KIP. Kemenkes diperintahkan untuk memberikan data tersebut kepada YAKIN, sementara permohonan dokumen peraturan dianggap selesai karena telah dipenuhi.

Pihak YAKIN, yang diwakili oleh Ted Hilbert, menegaskan bahwa kedua putusan ini merupakan langkah penting dalam menegakkan hak konstitusional masyarakat atas informasi kesehatan. Saat persidangan berlangsung, YAKIN menghadirkan ahli dr. Susilorini M.Si., M.Ed., SpPA, yang menegaskan bahwa data KIPI tanpa identitas pribadi harus terbuka untuk mendukung pemantauan efek samping vaksin dan inovasi kesehatan. Di sisi lain, BPOM dan Kemenkes, melalui kuasa hukumnya Reghi Perdana dan ahli forensik Dr. dr. Ade Firmansyah Sugiharto, berargumen bahwa data mentah dilindungi oleh UU Perlindungan Data Pribadi dan UU Kesehatan untuk mencegah penyalahgunaan dan keresahan publik.

Kedua putusan ini diharapkan menjadi preseden bagi keterbukaan informasi kesehatan di Indonesia, sejalan dengan praktik global seperti putusan Mahkamah Agung India dan pengadilan federal AS yang menekankan pentingnya transparansi data uji klinis dan farmakovigilans. KI Pusat juga mengingatkan bahwa penggunaan informasi publik harus sesuai dengan peraturan, dengan ancaman pidana bagi pelaku penyalahgunaan informasi.

Putusan ini memperkuat prinsip bahwa transparansi informasi kesehatan adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik dan mendukung akuntabilitas pemerintah. Dengan menyeimbangkan keterbukaan dan perlindungan data pribadi, KI Pusat menunjukkan komitmennya dalam menegakkan UU KIP sekaligus menghormati regulasi privasi, memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia untuk akses informasi yang lebih baik di masa depan. (Tim Humas KI Pusat - Laporan : Benediktus Gebran / Foto : Wulan Devina)

Berita Lainnya

Tambah ukuran font Kurangi ukuran font Inverse Warna Skala Abu abu Mengatur ulang