JAKARTA – Komisi Informasi (KI) Pusat telah memutuskan sengketa informasi publik dengan nomor register 038/IV/KIP-PSI-A/2024 yang diajukan oleh Pemohon Muhammad Dafis terhadap Termohon Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia. KI Pusat mengabulkan permohonan Dafis secara keseluruhan dengan menyatakan bahwa dokumen putusan BPK nomor 07/SK/K/1996 terkait Petunjuk Pengelompokkan dan Kode Kelompok Temuan Pemeriksaan BPK merupakan informasi yang wajib dibuka. Putusan ini dibacakan Majelis Komisioner pada Rabu (30/7) di Ruang SIdang Utama KI Pusat.
Perkara sengketa informasi ini bermula ketika Dafis mengajukan permohonan informasi ke Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) BPK. Permohonan tersebut kemudian ditolak oleh BPK dengan alasan bahwa dokumen yang diminta termasuk sebagai informasi yang dikecualikan berdasarkan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2022. Dafis kemudian berargumen dan menyatakan keberatan pada 23 Januari 2024, namun BPK pada 27 Maret 2024 justru berdalih bahwa dokumen tersebut tergolong strategis dan teknis.
Lebih lanjut, Dafis mengajukan permohonan kepada KI Pusat pada 24 April 2024 karena merasa permohonan yang diminta merupakan informasi publik yang terbuka berdasarkan Keputusan Sekjen BPK Nomor 176/K/X-XIII.2/7/2021. Sementara itu, BPK berargumen bahwa informasi tersebut tetap bersifat teknis, sehingga memerlukan keahlian khusus untuk mengetahuinya. BPK merasa implikasi bila informasi tersebut dibuka ialah adanya kesalahpahaman atau penyalahgunaan informasi.
Majelis Komisioner KI Pusat yang dipimpin oleh Arya Sandhiyudha, bersama dua anggota Majelis Komisioner Rospita Vici Paulyn, dan Samrotunnajah Ismail menyatakan bahwa dokumen yang diminta Pemohon merupakan salah satu bagian dari kebijakan BPK yang wajib diumumkan berdasarkan Pasal 11 dan 18 UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), serta PerKI Nomor 1 Tahun 2021.
Majelis Komisioner menilai bahwa argumen BPK tentang potensi kesalahpahaman tidak tepat karena dokumen yang diminta bukanlah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), sehingga alasan tersebut terkesan pedoman teknis yang bersifat normatif. Oleh sebab itu, KI Pusat menyarankan BPK untuk memberikan salinan dokumen tersebut kepada Dafis dan membatalkan Keputusan Sekjen BPK Nomor 176/K/X-XIII.2/7/2021 yang mengklasifikasikan dokumen tersebut sebagai informasi yang dikecualikan.
Di sisi lain, Majelis Komisioner Samrotunnajah Ismail mengajukan dissenting opinion, merujuk pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 19/P/HUM/2023 yang menolak uji materiil terhadap Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2022, serta Pasal 9 ayat (2) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Ia berpendapat bahwa dokumen tersebut tetap sebagai informasi yang dikecualikan karena sifatnya terkait proses pemeriksaan keuangan negara.
Putusan yang telah dibacakan ini berkedudukan hukum tetap, Dafis juga menyatakan bahwa upaya permohonan ini merupakan bagian dari hak publik dalam mengontrol kinerja BPK. Sementara itu, BPK belum memberikan pernyataan resmi terkait putusan yang telah inkrah. (Tim Humas KI Pusat - Laporan : Benediktus Gebran / Foto : Wulan Devina)