JAKARTA - Majelis Komisioner Komisi Informasi (KI) Pusat menolak permohonan informasi yang diajukan Pemantau Keuangan Negara (PKN) terhadap Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA). Namun demikian, majelis menegaskan MA wajib mengumumkan informasi terbuka kepada publik sesuai ketentuan UU Keterbukaan Informasi Publik. MK menyimpulkan bahwa perihal informasi sebagaimana dalam pokok permohonan tersebut merupakan informasi yang terbuka.
“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan informasi yang menjadi pokok permohonan Pemohon merupakan informasi terbuka dan memerintahkan kepada Termohon untuk mengumumkan informasi a quo kepada Publik,” ujar Ketua Majelis.
Beberapa informasi yang dimintakan kepada MA selaku Termohon tersebut adalah sejumlah informasi dan dokumen terkait pengadaan barang dan jasa serta laporan pertanggungjawaban perjalanan dinas dan pertanggungjawaban kegiatan. Hal tersebut terungkap dalam sidang pembacaan putusan terhadap register 030/KIP-PSI/III/2024 yang digelar di Ruang Sidang KI Pusat, Jakarta, Senin (10/11). Sidang dipimpin oleh Handoko Agung Saputro serta didampingi Gede Narayana dan Syawaludin sebagai Anggota.
Majelis KI Pusat, selanjutnya, menyampaikan beberapa hal terkait pokok persoalan sengketa yang diajukan PKN maupun terhadap alasan dan tujuan Pemohon dalam melakukan permintaan informasi. Dalam pertimbangan Majelis, informasi terkait pengadaan barang dan jasa pada dasarnya adalah informasi yang bersifat terbuka. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) huruf i dan Pasal 15 ayat (9) Peraturan KI tentang Standar Layanan Informasi Publik.
Namun MK mencatatkan bahwa informasi sebagaimana diminta oleh Pemohon adalah sebuah dokumen, dan hal ini menurut Majelis berbeda artinya dengan sebuah informasi. ”Jika dilihat dari sisi fungsi antara dokumen dan informasi, jelas terdapat perbedaaan. Dokumen berfungsi sebagai alat komunikasi dan penyampaian informasi, sedangkan informasi berfungsi untuk memberikan pengetahuan atau wawasan yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan,” jelas Majelis menyampaikan.
Oleh karena itu, Majelis KI Pusat berpendapat bahwa suatu informasi apabila diberikan oleh Badan Publik (BP) semestinya tidak harus sama persis dengan informasi yang terkandung dalam suatu dokumen, tetapi informasi tersebut dapat diberikan dalam format yang lain. Majelis memisalkan perihal dokumen Kontrak, Kerangka Acuan Kerja (KAK), maupun dokumen penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), yang dapat disampaikan dalam bentuk penjelasan tertulis dalam sebuah surat.
Selanjutnya, terkait laporan pertanggungjawaban kegiatan sebagaimana dalam permintaan PKN, MK menyampaikan pertimbangan berdasarkan Pasal 9 jo Pasal 18 UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), bahwa setiap BP wajib mengumumkan informasi publik secara berkala yang terdiri dari informasi berkaitan dengan Badan Publik. BP juga diwajibkan menyampaikan informasi mengenai kegiatan dan kinerja BP terkait; serta informasi perihal laporan keuangan dan/atau informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kemudian perihal alasan dan tujuan permohonan informasi sebagaimana diajukan PKN, Majelis KI Pusat menimbang bahwa dalam melakukan permohonan tersebut adalah sebagaimana didasarkan pada Surat Edaran MA Nomor 4 Tahun 2014 yang merupakan Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Lembaga Pengadilan.
Majelis selanjutnya mendalilkan bahwa UU KIP telah mengatur perihal pembatasan terhadap hak akses informasi publik, yaitu terhadap informasi yang dikecualikan dan terkait permintaan informasi yang dilakukan Pemohon tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
“Pada dasarnya negara telah memberikan kontrol secara norma kepada BP untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik, akuntabel dan transparan dengan cara memberikan, mengumumkan setiap informasi yang bersifat terbuka kepada publik sebagai bentuk dalam melaksanakan norma yang terkandung dalam Pasal 3 UU KIP,” lanjut MK dalam membacakan putusan.
Majelis KI Pusat juga menyampaikan bahwa apa yang telah diatur dalam UU KIP berkaitan dengan hak dan kewajiban antara Publik dan BP merupakan suatu bentuk kontrol sosial yang bersifat formal, sehingga kedua Pihak pada dasarnya memiliki kewajiban untuk tunduk dan patuh terhadap serangkaian norma yang sudah diatur.
”Fungsi kontrol sosial sebagaimana dijadikan alasan PKN dalam mengajukan permintaan informasi, dalam pandangan Majelis seharusnya memiliki gambaran mengenai metode dan tujuan yang jelas untuk melihat kesesuaian antara norma terhadap implementasinya,” tutur Gede selaku Anggota. Akan tetapi berdasarkan catatan selama persidangan, MK tidak mendapatkan keterangan secara jelas dan didukung bukti-bukti untuk menggambarkan bahwa Pemohon dalam mengajukan permohonan dengan alasan kontrol sosial tersebut akan dipergunakan untuk memberikan masukan, saran, pendapat kepada BP maupun memberikan pemahaman kepada masyarakat secara umum.
”Seharusnya Pemohon juga dapat mendalilkan dan membuktikan hal-hal yang telah dilakukan kaitannya dengan kontrol sosial ini setelah mendapatkan informasi, misalnya telah memberikan masukan, saran, rekomendasi, atau catatan-catan yang bertujuan untuk mewjudkan tata kelola pemerintahan yang baik,“ ujar MK KI Pusat selanjutnya dalam persidangan. (Tim Humas KI Pusat - Laporan : Tri Dading / Foto : April Alin)