Majelis Komisioner (MK) mempertanyakan hasil uji konsekuensi KPU yang mengecualikan informasi terkait Dokumen Barang & Jasa serta Kontrak terkait proses pengadaan layanan cloud dan kontrak antara KPU (atau perwakilannya) dengan Alibaba Cloud.
"Dasar hukum pengecualian, alasan pengecualian, serta jangka waktu pengecualian yang termuat dalam hasil uji konsekuensi tidak jelas dan tidak ada kajiannya yang menjadi alasan mengecualikan suatu informasi," demikian disampaikan anggota majelis kanan, Rospita, dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Komisioner (MK) KI Pusat Syawaludin bersama Rospita Vici Paulyn dan Arya Sandhiyudha didampingi Panitera Pengganti (PP) Reyhan Pradipta di ruang sidang utama Sekretariat KI Pusat Wisma BSG Jakarta, Rabu (13/03/2024).
Dalam sidang lanjutan yang dihadiri oleh para pihak, baik kuasa pemohon maupun kuasa termohon, MK menilai hasil uji konsekuensi yang dilakukan oleh PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) KPU belum dilakukan secara konprehensif. Dasar hukum yang dijadikan bahan pertimbangan hanya mencantumkan secara global yang mengacu pada UU ITE, PKPU, dan Pasal 17 UU KIP, namun setelah majelis mendalami isi pasal yang digunakan oleh Termohon sebagai dasar hukum, tidak ditemukan aturan yang secara spesifik mengatur pengecualian terhadap informasi a quo.
Terhadap jangka waktu pengecualian informasi (rentensi), MK juga mempermasalahkan karena dalam hasil uji konsekuensinya disebutkan bahwa masa retensi pengecualian informasi waktunya sesuai dengan kebutuhan. Tidak ada batasan yang jelas berapa lama informasi tersebut akan ditutup, padahal terkait proses penegakkan hukum saja hanya dikecualikan selama 30 tahun.
Untuk itu, majelis meminta kepada PPID KPU untuk melaksanakan uji konsekuensi ulang terhadap sejumlah informasi yang diminta oleh pemohon informasi dari LSM Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (Yakin) menyangkut informasi rincian infrastruktur IT KPU terkait Pemilu 2024, termasuk topologi, rincian server-server fisik, server-server cloud dan jaringan, lokasi setiap alat dan jaringan, rincian alat-alat keamanan siber seperti CDN, DDoS protection dll.
Selain itu, majelis juga memerintahkan Termohon untuk melakukan uji konsekuensi terhadap register 001 yang juga dikatakan Termohon sebagai informasi yang dikecualikan berupa data real count dalam bentuk data mentah seperti file .csv harian. Dalam hal ini majelis menganggap Termohon tidak konsisten karena semula menyatakan bahwa informasi a quo hanya dikuasai dalam bentuk pdf, namun ketika MK mempertegas pernyataan tersebut Termohon kemudian membenarkan menguasai informasi sebagaimana yang diminta namun belum dapat diberikan kepada Pemohon informasi.
Sementara itu, untuk register sengketa nomor 003 terhadap informasi a quo dinyatakan oleh Termohon dapat diberikan seluruhnya, sehingga majelis mempersilahkan para pihak untuk menempuh proses mediasi. Adapun informasi yang dimohonkan berupa informasi Data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Data Hasil (Suara total, suara sah, suara tidak sah), mentah dan lengkap untuk semua Pemilihan (Pemilihan Umum, Pemilihan Legislatif, Pemilihan Presiden, Pemilihan Kepala Daerah) sejak dan termasuk tahun 1999 sampai dengan tahun 2024 sampai tingkat terendah yang tersedia, misalnya tingkat Kelurahan/Desa atau RW atau RT, atau TPS. Bentuk data: Data mentah elektronik dalam bentuk database export, file .csv atau serupa.
Sidang ajudikasi non litigasi terhadap register 001 dan 002 akan dilanjutkan pada Senin, 18 Maret 2024 dengan agenda pemeriksaan hasil uji konsekuensi, pemeriksaan tertutup/setempat terhadap informasi yang dikecualikan, dan pemeriksaan saksi/ahli dari para pihak.