Jakarta, 16 Oktober— Majelis Komisioner (MK) KI Pusat menggelar sidang pertama terkait sengketa informasi antara KAPPAK sebagai Pemohon dan Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai Termohon. Sidang ini dihadiri mediator serta saksi, yang merupakan dosen dan bagian dari tim kerja penyusun proposal kontrak kerja sama antara ITB dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dalam sidang tersebut, fokus utama permohonan adalah tiga dokumen, yakni Term of Reference (TOR), proposal kontrak kerja, dan spesifikasi teknis serta Berita Acara Serah Terima (BAST). Pemohon meminta kejelasan terkait status saksi yang dihadirkan, yang kemudian dinyatakan oleh Termohon sebagai saksi fakta.
Sebelum memberikan keterangan, saksi disumpah sesuai hukum acara di KI Pusat. Saksi memaparkan bahwa dirinya terlibat dalam penyusunan proposal teknis kerjasama ITB dan KPU, yang berisi rancangan arsitektur sistem dan detail teknis aplikasi pemilu tahun 2024. Proposal ini, menurut saksi, berisi rincian teknologi yang jika diumumkan ke publik, dapat meningkatkan risiko penyalahgunaan teknologi.
Selama persidangan, Majelis Komisioner menanyakan lebih lanjut mengenai keterlibatan saksi dan pengecualian terhadap informasi dalam dokumen yang dipermasalahkan. Saksi menjelaskan bahwa kontrak kerjasama tersebut mengandung klausul yang membatasi pengungkapan isi proposal kepada publik, sesuai dengan ketentuan KPU Nomor 610/SK/KPU/2024.
Selain itu, saksi mengungkap bahwa dokumen teknis yang disusun melibatkan komposisi tim pengembang, mencakup data pribadi dan pengalaman tim, yang tertera dalam bagian akhir proposal. Menurutnya, bagian-bagian tersebut dilindungi dan hanya dapat diakses oleh KPU dan ITB.
Sidang ini bertujuan untuk menggali lebih dalam mengenai isi dan status dokumen yang menjadi sengketa, terutama terkait apakah dokumen tersebut layak dibuka kepada publik atau dikecualikan berdasarkan aturan yang berlaku.
